Gubernur Bali Wayan Koster mengumumkan kebijakan strategis yang berdampak besar bagi dua wilayah metropolitan di Bali, yakni Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, dengan memutuskan bahwa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung akan ditutup total mulai 23 Desember 2025. Dalam keterangannya di Denpasar pada Minggu (7/12), Koster menegaskan bahwa penutupan ini bersifat final dan mengikat sehingga Pemkot Denpasar dan Pemkab Badung dilarang membawa sampah ke TPA Suwung setelah tanggal tersebut. “TPA Suwung harus ditutup paling lambat tanggal 23 Desember 2025. Pemkot Denpasar dan Pemkab Badung dilarang membawa sampah ke TPA Suwung,” ujarnya. Kebijakan ini diambil sebagai langkah penyelamatan lingkungan setelah TPA Suwung selama bertahun-tahun menanggung volume sampah yang jauh melebihi daya tampung ideal, hingga menimbulkan masalah pencemaran udara, kerusakan ekosistem pesisir, dan potensi membahayakan kesehatan masyarakat. Seiring pertumbuhan pesat wilayah Denpasar dan Badung sebagai pusat urban dan pariwisata, produksi sampah harian kedua daerah terus meningkat, sehingga penutupan TPA Suwung menjadi tahapan penting untuk mengalihkan pengelolaan sampah ke model yang lebih modern, terdesentralisasi, dan berbasis sumber. Koster meminta Wali Kota Denpasar dan Bupati Badung segera menyiapkan skema pengelolaan sampah alternatif yang tidak lagi bergantung pada TPA Suwung, mengingat waktu transisi yang tersedia kurang dari satu tahun. Menurutnya, strategi ini memerlukan kesiapan infrastruktur, sistem pengangkutan, mekanisme pemilahan, serta pola pengolahan yang melibatkan partisipasi masyarakat secara masif. Ia menekankan bahwa kedua daerah harus memastikan langkah-langkah teknis dan kebijakan yang tepat agar pengelolaan sampah tidak menimbulkan masalah baru setelah TPA ditutup.
Dalam arahannya, Gubernur Koster menjelaskan sejumlah opsi pengelolaan sampah yang dapat diterapkan sebagai solusi pascapenutupan TPA Suwung. Ia menyebutkan perlunya optimalisasi fasilitas teba modern, TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle), TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu), serta pemanfaatan mesin pencacah dan dekomposer untuk mempercepat proses pengomposan di tingkat rumah tangga. Menurutnya, model ini hanya dapat berjalan efektif apabila masyarakat melakukan pemilahan sampah organik dan nonorganik sejak dari rumah. “Agar dapat menggunakan model pengelolaan sampah ini, maka harus dilakukan pemilahan sampah organik dan bukan organik di tingkat rumah tangga,” tegasnya. Selain itu, ia mengarahkan agar daerah mengoptimalkan pengelolaan sampah berbasis sumber hingga tingkat desa/kelurahan dan desa adat dengan melibatkan perangkat desa, kelompok masyarakat, serta lembaga adat dalam proses edukasi dan implementasi. Koster menambahkan bahwa pola pengelolaan sampah harus disiapkan melalui kolaborasi multipihak—termasuk dengan sektor swasta, komunitas lingkungan, dan lembaga teknologi pengolahan sampah—untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas jangka panjang. Pemprov Bali menilai bahwa penutupan TPA Suwung bukan hanya kebijakan teknis, tetapi transformasi struktural dalam sistem pengelolaan sampah Bali, yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada TPA skala besar dan mendorong manajemen sampah yang lebih ramah lingkungan. Dengan kebijakan ini, Denpasar dan Badung dihadapkan pada tantangan besar untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pengolahan sampah modern dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam pemilahan dan pengurangan sampah. Pemerintah berharap perubahan paradigma ini dapat menciptakan sistem persampahan yang lebih bersih, efisien, dan berkelanjutan, sekaligus menjawab persoalan lingkungan yang selama ini membayangi kawasan urban Bali. Dalam waktu dekat, Pemprov Bali dijadwalkan melakukan rapat koordinasi lanjutan guna memastikan kesiapan teknis dan administratif dari kedua daerah sebelum kebijakan penutupan total TPA Suwung diberlakukan secara resmi.












Komentar